Monday, March 31, 2008

Kepada Perempuan Pecinta Hujan (1)

masihkah bulirbulir dari sudut matamu
mengabarkan kegalauan pada sunyi malam
mengalirkannya pada tetes yang menggaram
di lekuk pipimu yang memerah
kemudian luruh ke tanah
seperti hujan yang turun pagi itu?

ingin aku tadahi bulirbulir yang luruh itu
dengan dua tanganku yang tergetar
lalu kubasuhkan ke dadaku, ke mukaku,
ke lenganku, ke seluruh tubuhku
agar dapat kuselami lebih dalam
galau yang menyelimuti malammu

lalu,
kita siangi galau malam
dengan matahari di pelukanku

Taman MnemoniC, 2008

3 comments:

Anonymous said...

hujan masih akan jatuh ke bumi, seperti airmatanya yang tak pernah selesai, sebab saat airmata telah jatuh, diamdiam dia sedang membangun airmata yang baru.

maka bersiaplah, menampung lebih banyak lagi air warna garam itu, dengan tanganmu, bahkan dia mungkin akan membuatmu tak sanggup lagi menampungnya, hingga pecah dadamu oleh air warna garamnya.

mungkin dia akan tenggelam sendiri dalam air warna garamnya.

Anonymous said...

to perempuan hujan :
air mata baru yang diamdiam sedang kau bangun dari gugusangugusan waktu adalah sebuah pertanda bahwa semakin luas dan besar kapasitas tanganku untuk menampungnya.

Walaupun dada ini akan pecah menampungnya, tapi air mata itu akan mengajarkan aku bahwa hidup itu membutuhkan teman seperjalanan. Teman seperjalan yang setia menampung asin getir hidup. Teman seperjalanan yang setia pada ombak yang mencumbu pantai kehidupan

Anonymous said...

Buliran itu tepat adanya, Menemani sunyi nya malam
Memberi warna pada kegelapan tanpa sepengetahuan
Betapapun sekuat tenaga kau ais buliran buliran
Takkan pernah kau dapatkan buliran dalam genggaman
Ia akan senantiasa hilang, tak berjejak, meninggalkan kegalauan
Lalu ia kembali menemani esok malam
Mewarnai galau yang tersisa.

Ah bukankah perasaan yang indah