Tuesday, July 29, 2008

telaga mata beriak
ketika seseorang diamdiam pergi
meninggalkan sunyi, meninggalkan sepi
menggaung di sudut hati

dan kini
semuanya menjadi mati

Taman MnemoniC, 2008

Thursday, July 17, 2008

Untittle

air mata baru
yang diamdiam kau bangun
dari gugusangugusan waktu
adalah sebuah pertanda
semakin luas dan besar
kapasitas tanganku untuk menampungnya.

Walaupun dada ini akan pecah menampungnya,
tapi air mata itu akan mengajarkan aku
hidup itu membutuhkan teman seperjalanan.
Teman seperjalanan yang setia menampung asin getir hidup.
Teman seperjalanan yang setia pada ombak yang mencumbu pantai kehidupan

Sunday, June 15, 2008

kini, kau ke barat

bersama angin juni
ayunan langkahmu memulai
sebuah petualangan baru
dengan orangorang baru
pikiranpikiran baru
harapanharapan baru
dan juga rasarasa baru

ke barat,
ke barat arahmu kini
ayunan langkahmu terjejak
di bilurbilur kehilangan
di ruangruang rinduku
di perihperih sepi hati
dan juga di gigir harihariku

seperti keberangkatanmu ke timur
tiga purnama lalu
aku masih tetap
takzim dalam segumpal rasa
: kehilangan

Taman MnemoniC yang semakin Sepi, 2008

Friday, May 9, 2008

Cerita dari Seberang

kepada Eshira Okino

ini cerita dari seberang
tentang air sungai yang tidak lagi menyejukan
udara yang kian sesak oleh asap dan debu
juga cahaya matahari yang makin terik;
menusuk setiap ubunubun
dengan pedangpedang sinarnya

ini cerita dari seberang
tentang kotakota yang tidak lagi bersahabat
jalan yang kian terasa sempit dan sesak
juga tentang trotoar yang makin sempit;
orangorang berebut lahan
demi sejumput rejeki yang kian sulit

ini cerita dari seberang
tentang orangorang yang tidak lagi ramah
diburu waktu pagi dan petang
juga tentang tangis bayibayi malang;
di antara kakikaki yang melangkah
dengan angkuh di depan mereka

ini cerita dari seberang
yang kututurkan lewat puisipuisiku;
karena lewat puisi aku bisa melihat dunia
dengan mata hati

Taman MnemoniC, 2008

Friday, April 18, 2008

Ajari Aku Mengobati (lagi) Perih Ini
Masih Tersisa Perih Itu di Sini

masih tersisa perih itu
ketika lembaran hari berganti
dan langkahlangkah kakimu
menuju entah kemana
entah untuk apa
entah untuk siapa

hanya segaris senyum nan miris di bibirku
ketika ayunan langkah itu bermula
kau berjalan seperti anak panah
yang terlepas dari busur yang meregang
menelusuri labirinlabirin kota
yang kadang sulit aku mengerti

malam menuju pagi
semua berubah sepi
dan aku masih sendiri di sini
menghayati sisasisa perih ini

Taman MnemoniC, 2008

Thursday, April 10, 2008

Kepada Perempuan Pecinta Hujan (3)

gemetar itu menyerang bibirku
kala kupaksakan untuk sekadar
memanggil namamu yang telah lama
tidak pernah kugumamkan

Taman MnemoniC, 2008

Tuesday, April 8, 2008

Pesta Terakhir

ini kali pesta terakhir
di gigir hari di gigir sepi
tiada sesaji tiada pepuji
hanya isak kecil
di sela igauan tanpa arti

senja mulai turun
kakikaki langit
membentuk garis tegas
sebagai pertanda batas
dan semua kenangan
menjadi batu, menjadi nisan,
menjadi epitafepitaf ;
yang akan digilas oleh perputaran waktu

ini kali pesta terakhir
dan kita luruh dalam gigil

Taman MnemoniC, 2008

Wednesday, April 2, 2008

Suatu Subuh, Tangis itu Pecah di Sudut Kamar Pengap

suatu subuh
tangis itu pecah di sudut kamar pengap
berkepingkeping menghujani bantal kisut
menembus kasur tipis bermuara kembali
ke dalam perasaanmu

seperti angin pagi yang berlalu
tangis itu datang dan pergi begitu saja
menguap bersama embun yang tidak kuasa
menahan godaan sinar matahari

suatu subuh
tangis itu pecah di sudut kamar pengap
aku hanya bisa berharap ;
tangis itu tidak akan menguap
tapi mengembun kesadaran
di hatimu
di hatimu

Taman MnemoniC, 2008

Tuesday, April 1, 2008

Kepada Perempuan Pecinta Hujan (2)

gerimis itu, perempuan, adalah Aku;
yang menjalin sirkulasi
dari bulirbulir air mata kelam
yang mengalir ke laut kesunyian
menguap jadi awan hitam kegalauan
kemudian menetes kembali ke hatimu

gerimis itu, perempuan, adalah Aku;
yang menjelma buliran
dari luruhanluruhan perihnya malam
yang akan mengeringkan luka lama
membalutnya dengan kasa kesetiaan
menjaganya hingga pagi menjelang

gerimis itu, perempuan, adalah Aku;
serupa embun yang akan menguraikan
cahaya matahari pagi
menjadi spektrum pelangi
melengkung di langit hatimu
dan akan mewarnai hidup dan duniamu

Taman MnemoniC, 2008

Monday, March 31, 2008

Kepada Perempuan Pecinta Hujan (1)

masihkah bulirbulir dari sudut matamu
mengabarkan kegalauan pada sunyi malam
mengalirkannya pada tetes yang menggaram
di lekuk pipimu yang memerah
kemudian luruh ke tanah
seperti hujan yang turun pagi itu?

ingin aku tadahi bulirbulir yang luruh itu
dengan dua tanganku yang tergetar
lalu kubasuhkan ke dadaku, ke mukaku,
ke lenganku, ke seluruh tubuhku
agar dapat kuselami lebih dalam
galau yang menyelimuti malammu

lalu,
kita siangi galau malam
dengan matahari di pelukanku

Taman MnemoniC, 2008

Monday, March 24, 2008

Mampukan seseorang membohongi perasaannya?
Mampukan seseorang membohongi intuisinya?

Seringkali aku mendengar bahwa perasaan dan intuisi itu urusan hati. Aku katakan, salah besar, karena semua proses psikologis manusia itu dikendalikan oleh otak. Ya, otak. Benda pengisi sebagian besar tempurung kepala inilah yang melakukan kontrol terhadap dua fungsi psikologis ini.

Mampukah seseorang membohongi perasaannya?
Mampukah seseorang membohongi intuisinya?

Selalu pertanyaan-pertanyaan itu yang mendera pikiranku beberapa waktu belakangan. Seperti hujan yang menderas di timur Pulau Jawa, seperti itu pulalah pertanyaan-pertanyaan itu menderas di otakku. Membanjiri setiap detail-detail syarafku. Mencari-cari jawaban yang mungkin tak kunjung sua.

Ya, walaupun aku sangat percaya pada hubungan kausalitas, tapi, aku belum menemukan sebab pasti kenapa pertanyaan-pertanyaan itu membanjiriku. Mungkin karena aku terlalu lelah? Terlalu penat dengan kebohongan-kebohongan? Terlalu memforsir diri sehingga justru pertanyaan itu hanya sebuah pelarian? Ataukah memang telah terjadi sesuatu yang tidak aku sadari? Entah....

Aku hanya tahu, bahwa pertanyaan itu selalu dan selalu muncul akhir-akhir ini....

Thursday, March 20, 2008

melepasmu ke timur

melepasmu ke timur
seperti awal keberangkatanku 153 purnama lalu
pepohon tunduk dalam kesunyiannya
angin tiada berhembus
air tiada ricik
reranting tiada gemerisik

takzim dalam segumpal rasa
: kehilangan