Friday, April 18, 2008
Masih Tersisa Perih Itu di Sini
masih tersisa perih itu
ketika lembaran hari berganti
dan langkahlangkah kakimu
menuju entah kemana
entah untuk apa
entah untuk siapa
hanya segaris senyum nan miris di bibirku
ketika ayunan langkah itu bermula
kau berjalan seperti anak panah
yang terlepas dari busur yang meregang
menelusuri labirinlabirin kota
yang kadang sulit aku mengerti
malam menuju pagi
semua berubah sepi
dan aku masih sendiri di sini
menghayati sisasisa perih ini
Taman MnemoniC, 2008
masih tersisa perih itu
ketika lembaran hari berganti
dan langkahlangkah kakimu
menuju entah kemana
entah untuk apa
entah untuk siapa
hanya segaris senyum nan miris di bibirku
ketika ayunan langkah itu bermula
kau berjalan seperti anak panah
yang terlepas dari busur yang meregang
menelusuri labirinlabirin kota
yang kadang sulit aku mengerti
malam menuju pagi
semua berubah sepi
dan aku masih sendiri di sini
menghayati sisasisa perih ini
Taman MnemoniC, 2008
Thursday, April 10, 2008
Tuesday, April 8, 2008
Pesta Terakhir
ini kali pesta terakhir
di gigir hari di gigir sepi
tiada sesaji tiada pepuji
hanya isak kecil
di sela igauan tanpa arti
senja mulai turun
kakikaki langit
membentuk garis tegas
sebagai pertanda batas
dan semua kenangan
menjadi batu, menjadi nisan,
menjadi epitafepitaf ;
yang akan digilas oleh perputaran waktu
ini kali pesta terakhir
dan kita luruh dalam gigil
Taman MnemoniC, 2008
ini kali pesta terakhir
di gigir hari di gigir sepi
tiada sesaji tiada pepuji
hanya isak kecil
di sela igauan tanpa arti
senja mulai turun
kakikaki langit
membentuk garis tegas
sebagai pertanda batas
dan semua kenangan
menjadi batu, menjadi nisan,
menjadi epitafepitaf ;
yang akan digilas oleh perputaran waktu
ini kali pesta terakhir
dan kita luruh dalam gigil
Taman MnemoniC, 2008
Wednesday, April 2, 2008
Suatu Subuh, Tangis itu Pecah di Sudut Kamar Pengap
suatu subuh
tangis itu pecah di sudut kamar pengap
berkepingkeping menghujani bantal kisut
menembus kasur tipis bermuara kembali
ke dalam perasaanmu
seperti angin pagi yang berlalu
tangis itu datang dan pergi begitu saja
menguap bersama embun yang tidak kuasa
menahan godaan sinar matahari
suatu subuh
tangis itu pecah di sudut kamar pengap
aku hanya bisa berharap ;
tangis itu tidak akan menguap
tapi mengembun kesadaran
di hatimu
di hatimu
Taman MnemoniC, 2008
suatu subuh
tangis itu pecah di sudut kamar pengap
berkepingkeping menghujani bantal kisut
menembus kasur tipis bermuara kembali
ke dalam perasaanmu
seperti angin pagi yang berlalu
tangis itu datang dan pergi begitu saja
menguap bersama embun yang tidak kuasa
menahan godaan sinar matahari
suatu subuh
tangis itu pecah di sudut kamar pengap
aku hanya bisa berharap ;
tangis itu tidak akan menguap
tapi mengembun kesadaran
di hatimu
di hatimu
Taman MnemoniC, 2008
Tuesday, April 1, 2008
Kepada Perempuan Pecinta Hujan (2)
gerimis itu, perempuan, adalah Aku;
yang menjalin sirkulasi
dari bulirbulir air mata kelam
yang mengalir ke laut kesunyian
menguap jadi awan hitam kegalauan
kemudian menetes kembali ke hatimu
gerimis itu, perempuan, adalah Aku;
yang menjelma buliran
dari luruhanluruhan perihnya malam
yang akan mengeringkan luka lama
membalutnya dengan kasa kesetiaan
menjaganya hingga pagi menjelang
gerimis itu, perempuan, adalah Aku;
serupa embun yang akan menguraikan
cahaya matahari pagi
menjadi spektrum pelangi
melengkung di langit hatimu
dan akan mewarnai hidup dan duniamu
Taman MnemoniC, 2008
gerimis itu, perempuan, adalah Aku;
yang menjalin sirkulasi
dari bulirbulir air mata kelam
yang mengalir ke laut kesunyian
menguap jadi awan hitam kegalauan
kemudian menetes kembali ke hatimu
gerimis itu, perempuan, adalah Aku;
yang menjelma buliran
dari luruhanluruhan perihnya malam
yang akan mengeringkan luka lama
membalutnya dengan kasa kesetiaan
menjaganya hingga pagi menjelang
gerimis itu, perempuan, adalah Aku;
serupa embun yang akan menguraikan
cahaya matahari pagi
menjadi spektrum pelangi
melengkung di langit hatimu
dan akan mewarnai hidup dan duniamu
Taman MnemoniC, 2008
Subscribe to:
Posts (Atom)